Tata Cara Shalat Gerhana

gerhana bulan
Pengertian shalat gerhana

Istilah kusuf (gerhana matahari) diambil dari kata kerja dasar kasafa yang artinya berubah menjadi hitam. Dalam bahasa Arab dikatakan kasafat asy-syamsu, artinya matahari menghitam dan hilang sinarnya. Adapun istilah khusuf (gerhana bulan) diambil dari kata kerja dasar khasafa yang artinya berkurang. Dalam bahasa Arab dikatakan khasafa al-bi’ru, artinya sumur itu berkurang airnya dan mengering. Banyak ulama menyatakan masing-masing istilah ‘kusuf‘ maupun ‘khusuf‘ bermakna gerhana matahari maupun gerhana bulan, tidak ada perbedaan antara keduanya.

Dalam pengertian ilmu fiqih, shalat kusuf atau shalat khusuf adalah shalat yang dikerjakan dengan tata cara tertentu karena terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.


Hukum shalat gerhana bulan

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat gerhana hukumnya sunah muakkadah dan dilaksanakan secara berjama’ah. Pendapat ini didasarkan kepada beberapa hadits shahih, di antaranya:

عَنْ  عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهُ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلَا لِحَيَاتِهِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَةٌ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا

Dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang. Namun keduanya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Maka jika kalian melihatnya, hendaklah kalian mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari)

عَنْ  أََبِي مَسْعُودٍ ، يَقُولُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا ، فَقُومُوا ، فَصَلُّوا “

Dari Abu Mas’ud RA berkata: Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia, melainkan keduanya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Maka jika kalian melihatnya, berdirilah kalian dan laksanakanlah shalat!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari jalur Abu Bakrah RA, Mughirah bin Syu’bah RA, Jabir bin Abdullah RA, Aisyah RA, Abu Hurairah RA dan Ibnu Abbas RA.


Amalan-amalan sunah saat melihat gerhana

Pertama, memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, sedekah, dan amal-amal kebajikan

Dalam hadits dari Aisyah RA tentang gerhana matahari, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Asma’ binti Abu Bakar RA berkata: “Nabi SAW memerintahkan untuk memerdekakan budak saat terjadi gerhana matahari.”(HR. Bukhari dan Abu Daud)

Kedua, berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat gerhana secara berjama’ah

Dalam hadits dari Aisyah RA dia berkata:

رَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ  غَدَاةٍ  مَرْكَبًا  فَخُسِفَتِ الشَّمْسُ ، فَخَرَجْتُ فِي نِسْوَةٍ بَيْنَ ظَهْرَانَيِ الْحِجْرِ  فِي الْمَسْجِدِ ، فَأَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَرْكَبِهِ فَقَصَدَ إِلَى مُصَلَّاهُ الَّذِي كَانَ فِيهِ ، فَقَامَ وَقَامَ النَّاسُ وَرَاءَهُ

Rasulullah SAW pada suatu pagi menaiki kendaraannya, lalu terjadi gerhana matahari. Maka saya bersama kaum wanita keluar menuju masjid di antara kamar-kamar kami. Rasulullah SAW datang dengan kendaraannya, lalu menuju tempat ia biasa shalat. Beliau berdiri untuk shalat dan masyarakat shalat di belakang beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim dengan lafal Muslim)

Ketiga, kaum wanita juga dianjurkan ikut shalat berjama’ah di masjid jika aman dari bahaya (godaan terhadap lawan jenis, dll). Dalilnya adalah hadits Asiyah RA di atas.

Keempat, Mengumandangkan ‘ash-shalatu jami’ah‘ untuk memanggil jama’ah shalat berkumpul di masjid, namun shalat tidak didahului oleh adzan dan iqamat.

Berdasar hadits shahih:

عَنْ  عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : ” لَمَّا  كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ

Dari Abdullah bin Amru bin Ash RA berkata: “Ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW, maka dikumandangkan seruan ‘Ash-shalaatu jaami’ah‘.” (HR. Bukhari)

Hadits yang semakna diriwayatkan oleh imam Muslim dari jalur Aisyah RA.

Kelima, khutbah setelah shalat gerhana

Berdasar hadits-hadits shahih tentang hal itu. Antara lain hadits Aisyah RA:

ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  انْجَلَتِ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ اللَّهَ  وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Beliau selesai dari shalat dan gerhana telah selesai. Maka beliau menyampaikan khutbah. Beliau bertahmid dan memuji nama Allah, kemudian bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)


Tata cara shalat gerhana

Shalat gerhana dikerjakan secara berjama’ah terdiri dari dua raka’at. Setiap rekaat terdiri dari dua kali berdiri dan dua kali ruku’. Sedangkan seluruh gerakan lainnya sama dengan gerakan shalat biasanya. Rinciannya adalah sebagai berikut:
  1. Berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram, membaca doa istiftah, membaca ta’awudz, membaca al-fatihah, dan membaca surat yang panjang, kira-kira sekitar satu surat al-Baqarah.
  2. Bertakbir, ruku’ dalam waktu yang lama.
  3. Membaca ‘sami’allahu liman hamidahu rabbana lakal hamdu’, berdiri kembali, lalu membaca ta’awudz dan al-fatihah, lalu membaca surat yang panjang namun kadarnya lebih pendek dari surat yang dibaca pada saat berdiri pertama.
  4. Takbir, ruku’ dalam waktu yang lama, namun lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
  5. Membaca ‘sami’allahu liman hamidahu rabbana lakal hamdu’, berdiri kembali (i’tidal)
  6. Bertakbir, lalu sujud, lalu duduk di antara dua sujud, lalu sujud.
  7. Bertakbir, bediri untuk raka’at kedua, gerakannya sama seperti gerakan pada raka’at pertama, namun kadar panjangnya bacaan surat lebih pendek.
  8. Setelah tasyahud akhir lalu salam.
(Sumber: arrahmah.com)