Google search: contoh thaharah, pembagian thaharah, dalil thaharah, fiqih thaharah, sebutkan macam-macam thaharah, hikmah thaharah, hukum thaharah, mengapa thaharah itu penting
Thaharah lahir adalah membersihkan diri dari najis dan hadats. Caranya dengan menghilangkan najis dari badan maupun pakaian dengan air yang suci. Sedangkan hadats disucikan dengan cara wudhu dan mandi besar.
Najis
An-najasah (najis) adalah lawan dari thaharah (suci). Menurut lughah (“kotoran /sesuatu menjadi kotor”) .secara syara’ najis adalah “setiap benda yang haram dipergunakan-untuk dikonsumsi atau yang lain kondisi ada kebebasan memilihnya. Secara mutlak Najis itu ada dua Jenis :
- Najis hakiki ( najis ainiyyah), istilah najasah ‘ainiyah, yaitu “najis yang bisa dideteksi oleh perasa, pembau, dan penglihatan.” Najis yang berbentuk benda yang hukumnya najis, Misalnya darah, kencing, tahi (kotoran hewan dan manusia), daging babi.
- Najis hukmi, istilah najasah hukmiyah, yaitu “najis yang tidak bisa dideteksi oleh perasa, pembau, dan penglihatan.” Keadaan seseorang yang dianggap bernajis, dalam hal ini kondisi seseorang yang buang air kecil/kencing, buang air besar/berak, dan buang angin/kentut (BAK/BAB/BAQ) mengharuskan wudhu dan janabah yang mengharuskan untuk mandi seperti seorang wanita yang sudah bersih dari haid tetapi belum mandi wajib.
Macam-macam najis
1. Najis Ringan
Najis ringan sering juga diistilahkan dengan mukhaffafah (مخففة).
Disebut ringan, karena cara mensucikannya sangat ringan, yaitu tidak
perlu najis itu sampai hilang. Cukup dilakukan ritual sederhana sekali,
yaitu dengan memercikkannya dengan air, dan tiba-tiba benda najis itu
berubah menjadi suci.
Satu-satunya najis ini adalah air kencing
bayi laki-laki yang belum makan apa pun kecuali air susu ibu. Apabila
bayi itu perempuan, maka air kencingnya tidak termasuk ke dalam najis
ringan, tetapi tetap dianggap najis seperti umumnya. Demikian juga
apabila bayi laki-laki itu sudah pernah mengkonsumsi makanan yang selain
susu ibu, seperti susu kaleng buatan pabrik, maka air kencingnya sudah
tidak lagi bisa dikatakan najis ringan.
2. Najis Pertengahan
Najis yang pertengahan sering disebut dengan mutawassithah (متوسطة). Disebut pertengahan karena kriterianya berada ditengah-tengah antara najis ringan dan najis berat.
Untuk
mensucikan najis ini cukup dihilangkan secara fisik ‘ain najisnya,
hingga tiga indikatornya sudah tidak ada lagi. Ketiga indikator itu
adalah warna, rasa dan aroma.
Dan semua najis yang tidak termasuk
dalam kriteria najis yang berat atau ringan, maka secara otomatis masuk
dalam golongan najis pertengahan ini.
3. Najis Berat
Najis berat sering diistilahkan sebagai najis mughalladzhah (مغلظة).
Disebut najis yang berat karena tidak bisa suci begitu saja dengan
mencuci dan menghilangkannya secara fisik, tetapi harus dilakukan
praktek ritual tertentu.
Ritualnya adalah mencuci dengan air
sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Pencucian 7 kali ini
semata-mata hanya praktek ritual. Demikian juga penggunaan tanah, sama
sekali tidak dikaitkan dengan manfaatnya. Penggunaan tanah itu tidak
diniatkan misalnya untuk membunuh bakteri, virus atau racun tertentu
yang terkandung pada najis itu. Tetapi semata-mata hanya ritual dimana
Allah Swt. ingin disembah dengan cara itu.
Maka penggunaan tanah
tidak bisa diganti dengan sabun, deterjen, pemutih, pewangi atau
bubuk-bubuk lainnya yang didesain mengandung zat ini dan itu.
Benda-benda najis
- Kencing dan kotoran manusia, kencing hewan dan kotorannya.
- Darah yang mengalir
- Bangkai
- Bagian yang terpisah dari tubuh hewan ketika hidup
- Zat yang memabukkan
- Anjing dan babi
- Muntah dan air dari bisul juga termasuk najis, ini disamakan dengan darah
Beberapa bentuk najis yang dimaafkan:
- Percikan kencing yang sedikit (yang sulit dihindari) baik yang terkena badan, pakaian, atau suatu tempat.
- Sedikit dari darah dan muntah; kecuali jika itu atas kesengajaan manusia, maka tidaklah dimaafkan. Sebagaimana dimaafkan pula darah luka dan nanahnya walaupun banyak, dengan syarat itu keluar dengan sendirinya bukan disengaja.
- Kencing hewan dan kotorannya yang terkena biji-bijian ketika hewan tersebut menginjaknya; begitu pula kotoran ternak dan kencingnya ketika susunya diperah selama tidak banyak yang dapat merubah air susunya; atau najis dari hewan yang diperah yang jatuh pada susu ketika diperah.
- Kotoran ikan selama tidak merubah air; kotoran burung di tempat yang sering disinggahinya karena sulit dihindari.
- Darah yang terkena pakaian jagal; namun kalau darah tersebut banyak tidaklah dimaafkan. Begitu pula yang dimaafkan adalah darah yang menempel pada daging.
- Mulut bayi yang tercampur dengan muntahnya ketika dia disusukan oleh ibunya.
- Air liur dari orang yang tidur yang keluar dari dalam perut pada orang yang biasa seperti itu.
- Lumpur di jalan yang terkena pakaian seseorang walaupun yakin di situ terdapat najis, karena sulit dihindari sehingga dimaafkan.
- Bangkai dari hewan yang darahnya tidak mengalir yang jatuh pada cairan seperti lalat, nyamuk, semut dengan syarat jatuh dengan sendirinya, tidak sampai merubah cairan tersebut.
Referensi:
- Syafinatunnaja
- Harta haram muamalat kontemporer
- fiqih islam wa adillatuhu
- Bulughul Maram
- Kitab Fathul qarib
- Al Manhaj